Oleh :
Maesa Nila Sari, M.Pd.
Guru Sosiologi SMAN 1 Magelang

 “Kemajemukan harus bisa diterima, tanpa adanya perbedaan”

(Abdurrachman Wahid)

Indonesia merupakan negara kepulauan. Mulai dari Sabang hingga Merauke terbentang ribuan pulau. Masing-masing pulau memiliki corak khas geografis tersendiri. Respon masyarakat terhadap lingkungan fisik itulah yang melatarbelakangi timbulnya kebudayaan masyarakat setempat. Ada yang merupakan masyarakat petani, nelayan, peternak, dan mata pencaharian yang lainnya. Respon masyarakat terhadap lingkungan juga melatarbelakangi terhadap timbulnya berbagai kepercayaan lokal, seperti monoteisme, politeisme, dinamisme, dan animisme. Keragaman ini kemudian juga mempengaruhi sistem kesenian, sistem bahasa, sistem organisasi sosial, teknologi dan peralatan hidup masyarakat. Dari sinilah keragaman budaya lokal masyarakat Indonesia ini terbentuk.

Keragaman sejatinya adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Apabila keragaman seperti ini tidak disikapi secara positif maka akan rentan terhadap timbulnya perpecahan yang mengancam persatuan bangsa. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan pengenalan budaya masyarakat Indonesia terhadap para peserta didik. Selain agar mengenal keragaman budaya bangsa Indonesia, pengenalan ini juga dilakukan untuk mengajarkan peserta didik akan penerimaan, kesederajatan, dan toleransi terhadap berbagai keragaman yang ada.

Pada kesempatan kali ini, peserta didik kelas XI IPS 1 dan 2 berkesempatan untuk mempelajari budaya lokal masyarakat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, mulai dari suku Batak di Sumatera, suku Dayak di Kalimantan, suku Sunda dan Jawa di Jawa, suku Bugis dari Sulawesi, Ternate di Maluku, Dani di Papua, dan Bali. Mereka mempelajari semua kebudayaan itu dengan cara membuat dan menyajikan kreasi kebudayaan yang berwujud benda (artefak) sesuai kreativitas masing-masing. Selain itu, peserta didik juga diminta untuk menampilkan tarian atau seni tari dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia. Hasilnya luar biasa. Peserta didik sangat kreatif dalam membuat replika benda-benda khas kebudayaan beberapa suku. Ada yang membuat artefak kebudayaan masyarakat Dayak berupa topi bulu burung enggang berbahan kertas dan mandau berbahan kertas kardus. Ada juga yang membuat replika kolintang sebagai wujud salah satu kebudayaan Minahasa dari Sulawesi Utara. Pakaian adat Nusa Tenggara Timur dan Barat juga ditampilkan oleh beberapa peserta didik. Peserta didik juga membawa makanan pie susu dari Bali yang rasanya sangat enak.

Karena hanya dibuat dari bahan-bahan seadanya untuk meringankan peserta didik dalam penugasan ini, maka tentunya hasilnya sederhana. Akan tetapi, baik peserta didik maupun guru sangat menikmati pembelajaran kali ini. Di satu sisi peserta didik bisa mengenal dan menerima keragaman budaya bangsa Indonesia dengan penuh toleransi, serta menempatkan entitas lain dalam kondisi setara, tanpa memandang ada yang lebih baik, lebih tinggi, atau sebaliknya. Di sisi lain, peserta didik juga bisa merasa senang karena terhibur dengan nyanyian dan tarian yang disajikan dari kelompok lain.

We live now in a global village and we are in one single family. It’s our responsibility to bring friendship and love from all different places around the world and to live together in peace.” –Jackie Chan (Chinese Actor, Philanthropist, UNICEF Goodwill Ambassador; b. 1954)